Direktur Yayasan Gambut Ungkap Terobosan Agroforestri Kelapa–Kopi untuk Selamatkan Lahan Gambut

Direktur Yayasan Gambut Ungkap Terobosan Agroforestri Kelapa–Kopi untuk Selamatkan Lahan Gambut
Direktur Yayasan Gambut, Mulyadi, S.P., saat mempresentasikan model inovatif Agroforestri Kelapa–Kopi berbasis ekosistem gambut.

Pekanbaru,jakarta.populisnews - Seminar Nasional Pertanian Berkelanjutan (SENAPELAN) ke-3 yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Riau kembali menjadi ruang strategis bagi para pakar nasional untuk menawarkan solusi konkret terhadap tantangan pembangunan pertanian di Indonesia.

Salah satu pemaparan yang mencuri perhatian datang dari Direktur Yayasan Gambut, Mulyadi, S.P., yang mempresentasikan model inovatif Agroforestri Kelapa–Kopi berbasis ekosistem gambut.

Mengusung tema besar “Inovasi dan Kolaborasi untuk Meningkatkan Daya Saing Kelapa Indonesia di Era Globalisasi dan Perubahan Iklim”, kegiatan yang berlangsung di Pekanbaru ini dibuka oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Dr. Ahmad Rifai, S.P., M.P. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi multisektor untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar dunia.

Solusi Agroforestri untuk Gambut

Dalam sesi yang dipandu oleh Dr. Isna Rahma Dini, S.Pi., M.Si., Mulyadi memaparkan konsep agroforestri yang memadukan tanaman kelapa dengan kopi Liberika sebagai komoditas yang sangat adaptif terhadap kondisi gambut.

Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, namun juga berfungsi menjaga ekosistem gambut yang selama ini rentan terhadap degradasi dan kebakaran.

“Model Agroforestri Kelapa–Kopi ini kami rancang bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga menjaga fungsi ekologis gambut agar tetap stabil dan produktif,” ungkapnya.

Mulyadi menjelaskan bahwa sistem tersebut memiliki sejumlah tujuan strategis, antara lain, memaksimalkan pemanfaatan lahan tanpa membuka kawasan baru, menjaga fungsi ekologis gambut tetap berjalan, menurunkan risiko kebakaran dan kerusakan lahan, mendukung pertanian rendah emisi, serta memberikan dua sumber pendapatan bagi petani.

Kopi Liberika Komoditas Unggul di Lahan Gambut

Direktur Yayasan Gambut menegaskan bahwa kopi Liberika telah terbukti menjadi tanaman yang paling adaptif di kawasan gambut dataran rendah. 

Ia menyebutkan sejumlah keunggulan tanaman ini, di antaranya: toleran terhadap tanah masam dan basah, ukuran tanaman dan buah yang lebih besar, serta memiliki produktivitas baik pada lahan gambut tanpa perlu rekayasa lingkungan ekstrem.

“Liberika ini punya ketahanan alami yang membuatnya ideal untuk dikembangkan berdampingan dengan kelapa di lahan gambut,” terangnya.

Tantangan dan Harapan

Dalam paparannya, Mulyadi juga menyampaikan bahwa model agroforestri ini tidak hanya mempertimbangkan aspek ekologis, tetapi juga mampu memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat gambut, terutama petani kecil yang sangat bergantung pada keberlanjutan lahan.

“Kami ingin menghadirkan pendekatan yang menyentuh tiga aspek sekaligus—lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Mulyadi.

Riset Kelapa dan Diseminasi Pengetahuan

Selain pemaparan dari Yayasan Gambut, SENAPELAN 2025 juga menampilkan sesi diseminasi penelitian yang diikuti peneliti dari berbagai kategori, mulai dari dosen, mahasiswa, guru hingga peneliti umum. Sesi ini menjadi wadah penting untuk memperkuat inovasi dan kolaborasi riset di bidang pertanian kelapa dan pertanian berkelanjutan.

Seminar ditutup dengan komitmen bersama agar SENAPELAN terus menjadi agenda rutin yang menghubungkan ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan implementasi teknologi di lapangan. Dengan demikian, pembangunan pertanian kelapa nasional dapat diwujudkan secara inovatif, berdaya saing, dan berkelanjutan.(*)

Berita Lainnya

Index